PURWOREJO – Dr. Muhdi, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah dan Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, menghadiri acara Konferensi Kabupaten PGRI Purworejo yang digelar pada Minggu (26/1/2025) di Aula PGRI Purworejo. Dalam kesempatan tersebut, Irianto Gunawan kembali terpilih sebagai Ketua PGRI Kabupaten Purworejo untuk masa Masa Bakti XXIII Tahun 2025 – 2030. Selain memberikan sambutan terkait pengembangan organisasi PGRI, Dr. Muhdi juga menyampaikan pandangannya terkait isu hangat yang tengah ramai dibicarakan, yaitu permasalahan pagar laut di Tangerang, khususnya di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK).
Disela – sela acara Konferensi Kabupaten PGRI Purworejo tersebut, Dr. Muhdi menegaskan bahwa isu pagar laut yang belakangan ini ramai diperbincangkan di berbagai media bukan hanya masalah lokal, melainkan sudah menyentuh isu hak-hak masyarakat luas. "Sebagai anggota Komite 1 DPD RI, ruang lingkup kami mencakup berbagai aspek penting, termasuk ASN, agraria, pemerintahan daerah, dan perbatasan. Salah satu isu yang tengah kami siapkan adalah terkait pengaturan kawasan kepulauan dan perbatasan, yang juga menyentuh permasalahan seperti yang terjadi di PIK," ujar Dr. Muhdi.
Kasus pagar laut di Tangerang, yang awalnya hanya menjadi bagian dari proyek pengembangan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) sebagai proyek nasional, kini telah meluas dan berimbas pada pengambilalihan tanah dan laut yang merugikan masyarakat, terutama nelayan. Pagar laut yang dipasang oleh pihak tertentu telah membatasi akses nelayan ke laut dan menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat sekitar. Hal ini, menurut Dr. Muhdi, tidak bisa dibiarkan begitu saja.
"DPD bukan partai politik, kami adalah wakil rakyat yang harus melindungi hak-hak masyarakat. Kami sudah mengingatkan pemerintah sejak awal untuk tidak melebarkan proyek ini ke luar batas yang sudah ditetapkan. Proyek nasional itu harus terfokus pada wilayah yang jelas, tanpa merugikan rakyat kecil," tambah Dr. Muhdi.
Dr. Muhdi juga mengkritik langkah-langkah yang diambil pemerintah yang dianggapnya belum cukup untuk menangani masalah ini secara tuntas. Menurutnya, meskipun ada rencana pencabutan pagar yang dipasang di laut, masalah mendasar yang harus dipecahkan adalah siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar tersebut, yang telah mengganggu aktivitas nelayan selama hampir satu tahun terakhir.
"Jika hanya fokus pada pencabutan bambu tanpa menuntaskan siapa yang pertama kali memagari laut, masalah ini tidak akan selesai. Nelayan kami sudah dirugikan secara luar biasa. Siapa yang bertanggung jawab? Bagaimana mungkin nelayan yang hidupnya bergantung pada laut dipaksa untuk berhadapan dengan masalah besar ini?" tegasnya.
Dr. Muhdi juga mendesak aparat penegak hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pemagaran tersebut. "Jangan hanya berhenti pada pemberitaan media yang ramai sementara. Harus ada tindakan nyata. Ini bukan sekedar soal bambu atau pagar, tetapi siapa yang ada di baliknya dan siapa yang membiarkan hal ini terjadi," lanjutnya.
Menurutnya, jika masalah ini tidak segera dituntaskan, permasalahan serupa bisa terjadi di daerah-daerah lain seperti halnya yang terjadi di Bekasi, Sidoarjo, dan Banten. Ia juga menegaskan pentingnya peran Presiden Prabowo dalam memastikan bahwa masalah ini diselesaikan dengan adil dan tuntas.
"Ini adalah momentum Presiden Prabowo penting untuk memastikan bahwa masalah ini tidak berlarut-larut. Kami khawatir ada kekuatan besar di baliknya yang sengaja memanfaatkan proyek nasional untuk kepentingan pribadi. Pemerintah harus bertindak tegas, tidak hanya untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi juga untuk membersihkan praktek-praktek yang merugikan masyarakat," pungkas Dr. Muhdi.
Mustakim
www.jejakkasus.co.id
Social Header